Senin, 25 Juni 2012
Kenalilah Musik Reggae yang Sesungguhnya...
Sebenernya ga susah sich buat kita semua untuk suka sama berbagai jenis musik apaan aja,tetapi masyarakat di Indonesia ini selalu menilai klo jenis musik yang gw suka ini jelek dan tidak patut untuk diikiuti. Asal kalian semua tau Apa musik reggae itu? Apa ganja itu? Kenapa reggae selalu di identikan dengan ganja/marijuana?
Mungkin untuk orang yang ga pernah tau apa sisi baik dari musik ini,dia bakalan bilang musik reggae itu musik para pecinta ganja.Kalian semua harus tau asal-usul musik ini dulu baru kaliana bisa menilainya,ga mungkin ada suatu masalah yang tidak ada asal-usulnya pasti ada.Maupun itu buruk&baik.
Musik Reggae memang dari asal negara Jamaika yang dipopulerkan oleh Robert Nesta Marley yang biasa kita sebut dia "Bob Marley",Beliau memperkenalkan musik reggae ini memang dengan memakai barang haram tersebut yaitu "Marijuana/Ganja".Tetapi apakah kita harus mengikuti jalan yang salah itu? Saya kira tidak harus mengkonsumsi barang tersebut pun kita bisa menikmati musik ini.
Saya sendiri pun tadinya menilai seperti orang-orang pada umumnya menilai musik reggae ini,tpi dalam diri saya berkata"apa iya musik yang saya suka ini benar kenyataannya seperti yang dikatakan orang-orang?".Lalu dalam kurun waktu 1 minggu saya berada didepan komputer tak henti-henti untuk mengetahui benar atau tidaknya musik reggae itu di identikan dengan marijuana,sampai-sampai saya harus kenal marah oleh orang tua saya.Namun mereka berdua mengerti apa yang saya suka dan akhir mereka membiarkan saya untuk melanjutkan pencaharian seluk beluk musik reggae tersebut.
Sampai sekarang kedua orang tua saya percaya kepada saya bahwa musik reggae tidak selalu di identikan dengan marijuana/ganja,walaupun kedua orang tua saya tidak setuju dengan musik yang saya suka sampai saat ini.Mereka bisa menerima saya untuk menyukai musik ini,ketika mereka saya kasih hasil-hasil riset yang saya dapatkan tentang musik reggae dalam versi aslinya..
Reggae Ga Harus Memakai Marijuana( Ganja )
Dari hasil riset yang saya pelajari selama 2 bulan,Bob Marley memainkan musik reggae dengan menghisap marijuana.Karena dia adalah seseorang yang menganut ajaran Rastafarian,ajaran tersebut memang ada di negara asalnya yaitu Jamaica.Namun agama itu di bawa oleh seorang yang bernama Marcus Harvey,Beliau lah yang membawa ajaran itu ke negara jamaica. Setiap hari Bob Marley selalu mengkonsumsi barang haram tersebut karena itu adalah suatu ritualnya untuk mendekatkan hatinya kepada sang penciptanya,mungkin yang kita tahu sebagian agama adalah seperti ini: Islam,Kristen,Buddha,Hindu,Protestan,dll. Tetapi agama Rastafaraian ini berasal dari negara afrika namun menyebar ke berbagai negara seperti Jamaica ini. Ada banyak hal juga yang mesti kita ketahui dari secerca tulisan ini,bukan hanya musik reggae saja yang mengkonsumsi barang haram tersebut,dari semua golongan musik pun banyak yang memakai barang haram ini..Namun selalu saja musik reggae yang menjadi jelek hingga semua masyarakat di Indonesia ini tidak menerima keberadaan musik ini di negeri yang mungkin kaya akan segalanya...
Rastaman, Rastafaria; Pergeseran Nilai Sebuah Budaya
Rastaman, Rastafaria; Pergeseran Nilai Sebuah Budaya
I. Pembukaan
Musik reggae hampir selalu diidentikan dengan rastafaria, rambut gimbal dan marijuana. Seorang pencinta musik reggae sering juga menyebut dirinya atau disebut sebagai rastaman, terkadang merubah gaya rambutnya menjadi gimbal dalam sekejap, sering berucap “woyoooo man”, selalu menggunakan atribut-atribut yang lekat dengan warna merah, kuning, hijau atau terkadang hitam hijau, dan tentu saja terkadang menghisap ganja secara sembunyi-sembunyi sambil mendengarkan “Legalizes It”[1] atau “Why I Am Rastaman”[2]. Maka, muncullah berbagai distro yang khusus menjual pernak-pernih reggae, di mall-mall pun bisa ditemukan banyak atribut serupa, dan muncul pula berbagai studio atau salon yang menjual jasa men-dreadlock[3] rambut dengan berbagai teknik sebagai jawaban atau konsekuensi atas bermunculannya para konsumen reggae.
Bahkan, beberapa kalangan musisi reggae coba memandang fenomena ini sebagai sebuah upaya para pelaku industri musik mainstream untuk mengalihkan kejenuhan masyarakat[4]. Ini senada dengan apa yang dikatakan Adorno (dalam Storey, 2004) bahwa musik pop akan menimbulkan sebuah kejenuhan komersil.
Dengan sebuah kalimat pendek, fenomena di atas bisa dikatakan demikian; reggae, rastaman, dreadlock telah menjadi sebuah budaya pop, dari musik pop sampai gaya hidup, di Jakarta khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Di dalam makalah ini, saya mencoba memaparkan secara singkat apa itu reggae, rastaman, dreadlock, dan perkembangannya dari awal kemunculannya hingga menjadi sebuah budaya pop.
II. Isi
II.1. Kelahiran Reggae Hingga Welcome To My Paradise
Seperti diutarakan di bagian pembukaan, musik reggae acap ditautkan dengan Jamaika. Hal ini benar adanya. Di negara kepulauan Karibia itulah musik reggae lahir dan mendapat pengakuan secara internasional pada tahun 1970-an atas kerja keras ‘Toots’ Hibbert, Bob Marley dan Jimmy Cliff (Nettleford, 1979).
Reggae tak terlepas dari musik-musik garapan pemusik Jamaika sebelumnya seperti ska dan rocksteady. Pada tahun 1950-an, di Jamaika munculah ska sebagai hasil pertemuan folk musik Jamaika, ritme musik Karibia dan Afrika, New Orleans R&B. Ska pada akhirnya lebih dikenal dan berkembang di Inggris dengan para musisinya seperti Skatalies, Millie Small, Bad Manners, dll (Shuker, 1998). Ska pun muncul di Indonesia dan tetap eksis di komunitas terbatas dengan musisi-musisinya seperti Tipe X, Skatalie, Escoret, dll.
Selanjutnya, pada tahun 1960-an, dipengaruhi oleh musik pop Amerika beraliran psychedelic rock, ska di Jamaika beralih ke rocksteady dengan ritme yang lebih pelan dan ‘soul’. Beberapa lama kemudian, masih di era 1960-an, muncullah reggae di ranah musik pop Jamaika dengan fondasi dari musik ska dan rock steady dengan ritme empat per empat, dua per empat dengan instrument-instrument utamanya (seperti pada musik ska dan rocksteady) seperti bass, gitar listrik dan drum dengan petikan gitar secara terbalik (up-strokes) pada akhir birama, serta alat musik ritmis seperti gendang, bongo dsb., yang berasal dari musik rakyat Jamaika. Musik baru Jamaika ini dikenal juga dengan lirik-liriknya yang menanggapi gejolak politik Jamaika masa itu[5], perjuangan ras, dan karena banyaknya musisi reggae yang juga adalah penganut rastafaria (seperti Bob Marley, Burning Spiers, Jimmy Cliff) maka masuklah cara pandangan Rastafaria itu dalam lirik-liriknya (Shuker, 1998).
Setelah dikenal luas oleh konsumen musik pop dunia, reggae mulai dimainkan bukan hanya oleh musisi Jamaika, musisi kulit hitam, tetapi juga oleh para pemusik Barat yang terpengaruh oleh reggae seperti The Police, The Clash, UB40 dan juga pemusik-pemusik Indonesia seperti Tonny Q, Imanez (di era 1980an sampai 1990-an) serta yang sekarang seperti Steven and Coconuttrees. Yang disebut terakhir ini, dengan album Welcome to My Paradise, bisa dikatakan sebagai penanda kelahiran kembalinya aliran reggae di negeri ini, setelah sempat mencuat di tahun 1990-an atas kerja keras Imanez dan beberapa pemusik potlot lainnya (Fukron, 2007).
II.2. Reggae, Rastafarianisme dan Dreadlock
Reggae lahir jauh setelah rastafarianisme lahir. Adalah Marcus Mosiah Garvey, tokoh yang dianggap berperan penting dalam kelahiran sebuah laku hidup baru ini. Banyak orang yang menganggap rastafaria adalah sebuah agama, sebuah aliran kepercayaan. Menurut Norman Hugh Redington, rastafaria berasal dari penafsiran Marcus Mosiah Garvey yang adalah seorang Katholik bahwa, Yesus berkulit hitam. bukanlah sebuah agama atau pun aliran kepercayaan. Ia, yang pada awalnya adalah seorang pastor, mendirikan Universal Negro Improvement Association (UNIA) yang merupakan organisasi kekuatan kaum kulit hitam di tahun 1920-an (Norman Hugh Redington, seorang editor di The St. Pachomius Orthodox Library dalam artikel di www.nomadfx.com). Organisasi ini pada akhirnya membangun gerejanya sendiri yang bernama African Orthodox Church.
Para pengikutnya lantas menyebut diri sebagai kaum Rastafarian yang diambil dari nama Ras Tafari[6]. Ajaran rastafari sendiri merupakan pencampuran dari berbagai macam aliran kepercayaan dan agama seperti Kristen, Hindu, dan juga aliran-aliran mistik di Afrika. Salah satu gaya hidup yang diadopsi dari aliran-aliran mistik Afrika dan Hindu adalah gaya rambut gimbal yang disebut oleh kaum rastafaria dengan dreadlock. Dreadlock berasal dari kata dread (rasa takut) untuk menggambarkan rasa takut pada Tuhan atau dalam bahasa rastafaria disebut Jahwe atau disingkat Jah dan juga menunjukkan sebuah kesungguhan untuk menjalankan hidup dengan sebuah tujuan (Redington, 2007). Dipercayai oleh aliran mistik Afrika, kaum Nazarit di Barat, dan para penganut Yogi, Gyani dan Tapasvi dari segala sekte di India, rambut gimbal dimaksudkan sebagai pengingkaran pada penampilan fisik yang fana, menjadi bagian dari jalan spiritual yang mereka tempuh. Selain itu ada kepercayaan bahwa rambut gimbal membantu meningkatkan daya tahan tubuh, kekuatan mental-spiritual dan supernatural. Keyakinan tersebut dilatari kepercayaan bahwa energi mental dan spiritual manusia keluar melalui ubun-ubun dan rambut, sehingga ketika rambut terkunci belitan maka energi itu akan tertahan dalam tubuh (www.acehforum.com dan Haksa, 2005). Namun di Jamaika sendiri, rastafaria ini tidak dianggap sebagai agama. Hal ini diakibatkan oleh mengakarnya kristiani di negeri itu akibat kolonialisasi Inggris. Bahkan dalam sensus penduduk resmi Jamaika di tahun 1970, Rastafaria atau Gereja Ortodoks Afrika tidak dimasukkan ke dalam sensus tersebut ( Nettleford, 1979).
Musik reggae sendiri pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya, otomatis mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop.
Di saat menjadi sebuah musik pop, yang adalah sebuah produksi kapitalis, musik reggae secara sadar tak sadar masuk juga ke dalam pola pikir kapitalis, seperti yang diutarakan oleh Adorno bahwa, musik pop akan mengulang hal yang itu-itu saja dan tidak bisa keluar dari batas formula yang telah membentuknya (Soetomo, 2003 dan Storey, 2007). Dalam kasus musik reggae, terlihat bahwa tema-tema yang diangkat dalam lagu-lagunya dari zaman Bob Marley hingga Steven and Coconuttreez masih seputar masalah yang sama; kebebasan, Jah, alam, cinta dan lain sebagainya. Gaya hidup rastafaria-pun telah menjadi pudar makna awalnya dan menjadi konsumsi massa yang terkadang terlihat seperti tak sadar akan maksud dan makna awalnya.
Di sini menjadi benarlah apa yang dikatakan Adorno bahwa konsumen musiki pop akan memanifestasikan dirinya dalam tipe yang ritmsi yakni yang menari-nari dalam pemalingan perhatian pada ritme eksploitasi dan opresinya sendiri (dalam Storey, 2007). Sedangkan tipe konsumen musik pop kedua menurut Adorno-pun dapat kita lihat pada para pemusik reggae dan pencinta reggae lainnya semisal Ras Muhammad dan beberapa anggota kmunitas Indo-reggae lainnya yakni tipe emosional, mereka tetap mawas diri dan agak miris melihat perkembangan reggae yang menurut mereka jauh dari cita-cita awal reggae (lih. Blog pribadi Ras Muhammad dan website indo-reggae)
III. Penutup
Meskipun telah jauh dari apa itu rastafaria, dreadlock, para pencinta reggae Indonesia saat ini, telah menemukan sebuah tempat di mana mereka bisa menjadi ada. Menurut Riesman (dalam Storey 2007), mengkonsumsi musik tertentu bagi kelompok anak muda tertentu adalah cara mereka untuk mengada. Konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai orang lain. Menjadi bagian dari subkultur anak muda berarti memperlihatkan selera musik tertentu dan mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal. Tidak menjadi soal apakah konsumsi itu bersifat nyata atau imajiner.
Musik reggae, sebutan rastaman, telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi sebuah identitas komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana para pengamat social dan juga para anggota komunitas itu memahami diri dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di mana reggae tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja.
I. Pembukaan
Musik reggae hampir selalu diidentikan dengan rastafaria, rambut gimbal dan marijuana. Seorang pencinta musik reggae sering juga menyebut dirinya atau disebut sebagai rastaman, terkadang merubah gaya rambutnya menjadi gimbal dalam sekejap, sering berucap “woyoooo man”, selalu menggunakan atribut-atribut yang lekat dengan warna merah, kuning, hijau atau terkadang hitam hijau, dan tentu saja terkadang menghisap ganja secara sembunyi-sembunyi sambil mendengarkan “Legalizes It”[1] atau “Why I Am Rastaman”[2]. Maka, muncullah berbagai distro yang khusus menjual pernak-pernih reggae, di mall-mall pun bisa ditemukan banyak atribut serupa, dan muncul pula berbagai studio atau salon yang menjual jasa men-dreadlock[3] rambut dengan berbagai teknik sebagai jawaban atau konsekuensi atas bermunculannya para konsumen reggae.
Bahkan, beberapa kalangan musisi reggae coba memandang fenomena ini sebagai sebuah upaya para pelaku industri musik mainstream untuk mengalihkan kejenuhan masyarakat[4]. Ini senada dengan apa yang dikatakan Adorno (dalam Storey, 2004) bahwa musik pop akan menimbulkan sebuah kejenuhan komersil.
Dengan sebuah kalimat pendek, fenomena di atas bisa dikatakan demikian; reggae, rastaman, dreadlock telah menjadi sebuah budaya pop, dari musik pop sampai gaya hidup, di Jakarta khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Di dalam makalah ini, saya mencoba memaparkan secara singkat apa itu reggae, rastaman, dreadlock, dan perkembangannya dari awal kemunculannya hingga menjadi sebuah budaya pop.
II. Isi
II.1. Kelahiran Reggae Hingga Welcome To My Paradise
Seperti diutarakan di bagian pembukaan, musik reggae acap ditautkan dengan Jamaika. Hal ini benar adanya. Di negara kepulauan Karibia itulah musik reggae lahir dan mendapat pengakuan secara internasional pada tahun 1970-an atas kerja keras ‘Toots’ Hibbert, Bob Marley dan Jimmy Cliff (Nettleford, 1979).
Reggae tak terlepas dari musik-musik garapan pemusik Jamaika sebelumnya seperti ska dan rocksteady. Pada tahun 1950-an, di Jamaika munculah ska sebagai hasil pertemuan folk musik Jamaika, ritme musik Karibia dan Afrika, New Orleans R&B. Ska pada akhirnya lebih dikenal dan berkembang di Inggris dengan para musisinya seperti Skatalies, Millie Small, Bad Manners, dll (Shuker, 1998). Ska pun muncul di Indonesia dan tetap eksis di komunitas terbatas dengan musisi-musisinya seperti Tipe X, Skatalie, Escoret, dll.
Selanjutnya, pada tahun 1960-an, dipengaruhi oleh musik pop Amerika beraliran psychedelic rock, ska di Jamaika beralih ke rocksteady dengan ritme yang lebih pelan dan ‘soul’. Beberapa lama kemudian, masih di era 1960-an, muncullah reggae di ranah musik pop Jamaika dengan fondasi dari musik ska dan rock steady dengan ritme empat per empat, dua per empat dengan instrument-instrument utamanya (seperti pada musik ska dan rocksteady) seperti bass, gitar listrik dan drum dengan petikan gitar secara terbalik (up-strokes) pada akhir birama, serta alat musik ritmis seperti gendang, bongo dsb., yang berasal dari musik rakyat Jamaika. Musik baru Jamaika ini dikenal juga dengan lirik-liriknya yang menanggapi gejolak politik Jamaika masa itu[5], perjuangan ras, dan karena banyaknya musisi reggae yang juga adalah penganut rastafaria (seperti Bob Marley, Burning Spiers, Jimmy Cliff) maka masuklah cara pandangan Rastafaria itu dalam lirik-liriknya (Shuker, 1998).
Setelah dikenal luas oleh konsumen musik pop dunia, reggae mulai dimainkan bukan hanya oleh musisi Jamaika, musisi kulit hitam, tetapi juga oleh para pemusik Barat yang terpengaruh oleh reggae seperti The Police, The Clash, UB40 dan juga pemusik-pemusik Indonesia seperti Tonny Q, Imanez (di era 1980an sampai 1990-an) serta yang sekarang seperti Steven and Coconuttrees. Yang disebut terakhir ini, dengan album Welcome to My Paradise, bisa dikatakan sebagai penanda kelahiran kembalinya aliran reggae di negeri ini, setelah sempat mencuat di tahun 1990-an atas kerja keras Imanez dan beberapa pemusik potlot lainnya (Fukron, 2007).
II.2. Reggae, Rastafarianisme dan Dreadlock
Reggae lahir jauh setelah rastafarianisme lahir. Adalah Marcus Mosiah Garvey, tokoh yang dianggap berperan penting dalam kelahiran sebuah laku hidup baru ini. Banyak orang yang menganggap rastafaria adalah sebuah agama, sebuah aliran kepercayaan. Menurut Norman Hugh Redington, rastafaria berasal dari penafsiran Marcus Mosiah Garvey yang adalah seorang Katholik bahwa, Yesus berkulit hitam. bukanlah sebuah agama atau pun aliran kepercayaan. Ia, yang pada awalnya adalah seorang pastor, mendirikan Universal Negro Improvement Association (UNIA) yang merupakan organisasi kekuatan kaum kulit hitam di tahun 1920-an (Norman Hugh Redington, seorang editor di The St. Pachomius Orthodox Library dalam artikel di www.nomadfx.com). Organisasi ini pada akhirnya membangun gerejanya sendiri yang bernama African Orthodox Church.
Para pengikutnya lantas menyebut diri sebagai kaum Rastafarian yang diambil dari nama Ras Tafari[6]. Ajaran rastafari sendiri merupakan pencampuran dari berbagai macam aliran kepercayaan dan agama seperti Kristen, Hindu, dan juga aliran-aliran mistik di Afrika. Salah satu gaya hidup yang diadopsi dari aliran-aliran mistik Afrika dan Hindu adalah gaya rambut gimbal yang disebut oleh kaum rastafaria dengan dreadlock. Dreadlock berasal dari kata dread (rasa takut) untuk menggambarkan rasa takut pada Tuhan atau dalam bahasa rastafaria disebut Jahwe atau disingkat Jah dan juga menunjukkan sebuah kesungguhan untuk menjalankan hidup dengan sebuah tujuan (Redington, 2007). Dipercayai oleh aliran mistik Afrika, kaum Nazarit di Barat, dan para penganut Yogi, Gyani dan Tapasvi dari segala sekte di India, rambut gimbal dimaksudkan sebagai pengingkaran pada penampilan fisik yang fana, menjadi bagian dari jalan spiritual yang mereka tempuh. Selain itu ada kepercayaan bahwa rambut gimbal membantu meningkatkan daya tahan tubuh, kekuatan mental-spiritual dan supernatural. Keyakinan tersebut dilatari kepercayaan bahwa energi mental dan spiritual manusia keluar melalui ubun-ubun dan rambut, sehingga ketika rambut terkunci belitan maka energi itu akan tertahan dalam tubuh (www.acehforum.com dan Haksa, 2005). Namun di Jamaika sendiri, rastafaria ini tidak dianggap sebagai agama. Hal ini diakibatkan oleh mengakarnya kristiani di negeri itu akibat kolonialisasi Inggris. Bahkan dalam sensus penduduk resmi Jamaika di tahun 1970, Rastafaria atau Gereja Ortodoks Afrika tidak dimasukkan ke dalam sensus tersebut ( Nettleford, 1979).
Musik reggae sendiri pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya, otomatis mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop.
Di saat menjadi sebuah musik pop, yang adalah sebuah produksi kapitalis, musik reggae secara sadar tak sadar masuk juga ke dalam pola pikir kapitalis, seperti yang diutarakan oleh Adorno bahwa, musik pop akan mengulang hal yang itu-itu saja dan tidak bisa keluar dari batas formula yang telah membentuknya (Soetomo, 2003 dan Storey, 2007). Dalam kasus musik reggae, terlihat bahwa tema-tema yang diangkat dalam lagu-lagunya dari zaman Bob Marley hingga Steven and Coconuttreez masih seputar masalah yang sama; kebebasan, Jah, alam, cinta dan lain sebagainya. Gaya hidup rastafaria-pun telah menjadi pudar makna awalnya dan menjadi konsumsi massa yang terkadang terlihat seperti tak sadar akan maksud dan makna awalnya.
Di sini menjadi benarlah apa yang dikatakan Adorno bahwa konsumen musiki pop akan memanifestasikan dirinya dalam tipe yang ritmsi yakni yang menari-nari dalam pemalingan perhatian pada ritme eksploitasi dan opresinya sendiri (dalam Storey, 2007). Sedangkan tipe konsumen musik pop kedua menurut Adorno-pun dapat kita lihat pada para pemusik reggae dan pencinta reggae lainnya semisal Ras Muhammad dan beberapa anggota kmunitas Indo-reggae lainnya yakni tipe emosional, mereka tetap mawas diri dan agak miris melihat perkembangan reggae yang menurut mereka jauh dari cita-cita awal reggae (lih. Blog pribadi Ras Muhammad dan website indo-reggae)
III. Penutup
Meskipun telah jauh dari apa itu rastafaria, dreadlock, para pencinta reggae Indonesia saat ini, telah menemukan sebuah tempat di mana mereka bisa menjadi ada. Menurut Riesman (dalam Storey 2007), mengkonsumsi musik tertentu bagi kelompok anak muda tertentu adalah cara mereka untuk mengada. Konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai orang lain. Menjadi bagian dari subkultur anak muda berarti memperlihatkan selera musik tertentu dan mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal. Tidak menjadi soal apakah konsumsi itu bersifat nyata atau imajiner.
Musik reggae, sebutan rastaman, telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi sebuah identitas komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana para pengamat social dan juga para anggota komunitas itu memahami diri dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di mana reggae tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja.
REGGAE NGGAK HARUS NGE-GANJA:
Kalau Kita bicara tentang musik, pasti tidak lepas dari yang namanya musik reggae. Pandangan negative banyak disematkan oleh kalangan awam tentang penikmat musik ini. Dengan dandanan yang terkesan ”slengek’an” ato lebih tepatnya urakan, musik ini sering diidentikan musik pinggiran.
Sekitar tahun 1986, musik reggae mulai dikumandangkan di negeri ini. Beberapa band seperti Black Company, Kemudian beberapa tahun kemudian muncul Asian Roots yang merupakan turunan dari band sebelumnya. Lantas ada pula Asian Force, Abresso dan Jamming. Dan pada akhirnya sekarang kita mengenal Tony Q, Steven & Coconutreez, Joni agung (Bali), New Rastafara, Ras Muhammad, Shaggy Dog Dan Masih Banyak Lagi band-band reggae yang bermunculan di negeri ini.
Dari kesan urakan yang dimunculkan dari musisi reggae, muncul anggapan bahwa reggae adalah musik pinggiran, lebih parahnya lagi musik ini diidentikan dengan narkoba. Tapi kalau kita dengarkan lagi musik2 yang dikumandangkan musisi reggae tanah air, yang lebih menceritakan tentang efek sosial dan menitikberatkan pada suasana cinta damai. Seperti halnya steven coconutreez, band reggae Indonesia yang paling digandrungi anak muda saat ini, mereka lebih memilih tema cinta damai. Dan terkadang mereka juga masuk kejajaran sosial masyarakat sekitar.
Bila dilihat dari sejarah musik ini, memang sangat identik dengan ‘ital’ –Ganja—sebut saja lagu Petertosh Let Jah Be praised, Mystic man, Legalized it dll. Yang begitu mengagungkan ganja sebagai alat seorang rastaman bersatu dengan Jah atau tuhan mereka. Memang tidak bisa dipungkiri pandangan negatif tentang musik ini berawal dari histori tersebut. Diperkuat lagi seorang Peter Tosh dan Bob Marley, yang dalam lirik lagu2nya selalu berbau ganja. Ini adalah pandangan mereka bahwa ganja adalah suatu jalan menuju kedamaian batin, disamping itu anggapan sebuah budaya afrika yang menurut mereka sebagai sesuatu yang harus dirangkul kembali.
Untuk saat ini memang anggapan seperti itu harus segera dihapuskan. Musisi reggae bahu-membahu menghilangkan idiom tersebut. Dalam sebuah lirik lagu reggae dari Tony Q Rastafara, disebutkan dengan jelas bahwa reggae tidak harus gimbal, reggae gak harus maganjo, reggae adalah music pecinta damai.
Untuk lebih jelasnya, kita cermati lirik lagu “cinta damai” yang dipopulerkan oleh Steven & coconutreez ini :
“. . . adakah sedikit waktu bicara tentang cinta
Daripada kau saling menghina dan tanpa tenggang rasa
adakah sedikit waktu bicara tentang damai
Daripada kau saling menghina dan tanpa tenggang rasa
adakah sedikit waktu bicara tentang Rasta
Daripada kau saling menghina dan tanpa tenggang rasa. . .”
So,,
No ganja, No Narkoba . . . .
Maju Terus reggae Indonesia !!!!
Reggae adalah suatu aliran musik yang awalnya dikembangkan di Jamaika pada akhir era 60-an. Sekalipun kerap digunakan secara luas untuk menyebut hampir segala jenis musik Jamaika, istilah reggae lebih tepatnya merujuk pada gaya musik khusus yang muncul mengikuti perkembangan ska dan rocksteady.
Reggae berbasis pada gaya ritmis yang bercirikan aksen pada off-beat atau sinkopasi, yang disebut sebagai skank. Pada umumnya reggae memiliki tempo lebih lambat daripada ska maupun rocksteady. Biasanya dalam reggae terdapat aksentuasi pada ketukan kedua dan keempat pada setiap bar, dengan gitar rhythm juga memberi penekanan pada ketukan ketiga; atau menahankord pada ketukan kedua sampai ketukan keempat dimainkan. Utamanya "ketukan ketiga" tersebut, selain tempo dan permainan bassnya yang kompleks yang membedakan reggae dari rocksteady, meskipun rocksteady memadukan pembaruan-pembaruan tersebut secara terpisah.
Beberapa nama yang terkenal dalam dunia musik Reggae dan sub-ragamnya Indonesia antara lain D'riie Ambazsador,Tony Q Rastafara, Souljah, Ras Muhamad, Joni Agung (Bali), New Rastafara,Songket Reggae (yogyakarta),Marasta (Yogyakarta),Mbah Surip (Mojokerto)dan Marapu (Yogyakarta/Waingapu Sumba NTT) Selain itu ada juga grup reggae Coconut Head yang berasal dari Medan. Band reggae ini termasuk band pertama yang menggunakan nama "Coconut Head" di seluruh dunia.
Sekitar tahun 1986 musik Reggae mulai dikumandangkan di Indonesia, band tersebut adalah barbet comunity, Black Company sebuah band dengan genre Reggae, beberapa tahun kemudian muncul Asian Roots yang merupakan turunan dari band sebelumnya, kemudian ada Asian Force dan Abresso, Jamming. Kemudian muncul Band Cassavara''' dari (Jajarmaica, Wonosobo, Jawa Tengah)
Artikel bertopik musik ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya. |
[[af:Reggae]dgae]]
Jumat, 22 Juni 2012
Reggae Dan Tren
Wow sepertinya reggae sedang ramai, euphoria, tren di negara ini.. bagussss.... dimana mana MENDADAK GIMBAL dimana-mana...hahhaa... dimana-mana terdengar teriakan yomand, youmand, uyee, woyyoo, manteman, yessahh, baks dunk, bakar, damai, ha-ha, fly ha-ha, ahik men, asyik man, salam damai,,,dll, dst. Tp jarang yang bilang Jah Bless you, apalagi Irie=Alright=Bagus....hmmmm. Aku (klo bagi sebagian orang2 pintar akan lebih suka memakai kata “penulis” supaya kelihatan lebih intelek krn menulis) tak ingin membahas apalagi menguraikan sejarah reggae itu sendiri, uda banyak yang membahas, menulis dan mengungkapkannya, semua pecinta reggae mungkin sudah pada tau, walaupun kadang Cuma taunya reggae itu musik Bob Marley, dari jamaika, musik asik untuk menemani make Ganja, musik pecinta damai, musik santai DAN BAHKAN MUSIK PANTAI...hahahhaha. Ras muhamad bilang kan, “cuma tau lagu anak pantai.”
Jarang ada yang mau belajar sejarah apalagi meneliti perjalanan sejarah, apalagi hanya sekedar sejarah musik yang hanya di anggap sebagian orang hanya untuk entartainment semata, bahkan ada yang merasa sejarah merupakan masa lalu yang uda berlalu dan biarlah berlalu. Boro-boro mempelajari apalagi meneliti, “membaca aja aku sulit atau malas”..hahahha. Sehingga banyak terjadi penafsiran-penafsiran sejarah yang asal-asalan dan di putar balikkan faktanya. Sejarah penting untuk dipelajari, sebagai pengalaman, mengambil nilai2 yg baik, membuang nilai yg buruk, atau mendaur ulang nilai yang mempunyai kelemahan agar bisa jadi lebih baik, dan menyadari akan kesalahan yang terjadi demi melangkah ke masa depan agar tidak jatuh ke dalam lubang yang sama. Mengambil nilai-nilai positive-nya, dan membuang ke tong sampah nilai yang buruk. Begitu juga dengan reggae, banyak kawan hanya mengerti reggae hanya sekedar musik yang uda aku sebutkan dia atas, mengikuti segala bentuk yang hanya mreka ketahui luarnya saja, seperti ganja, rastafarian, damai, asik, merah kuning ijo, gimbal, dan lain-lain. Sementara idealisme dan philosofinya ntah dipahami atau tidak, bhkan diputar balikkan se-enak perutnya. Bob Marley bilang, “ In this bright future you can’t forget your past ” dan “ don´t forget your history nor your destiny.”
Aku sebenarnya respect dengan maraknya perkembangan reggae di tanah air ini, reggae mulai kembali marak sejak satu buah lagu Welcome to My Paradise. Aku senang banyak orang mendengarkan reggae sekarang, bahkan anak SD, SMP, SMA yang biasanya mendengarkan musik2 pop dan gaul. Mereka banyak sekarang yang mendengarkan reggae. Lalu banyak kawan-kawan kembali mendengarkan kembali lagu-lagu reggae lama seperti Imanez dan Tony Q, dll. Bob Marley bilang :
“ I love the development of our music, that's what I really dig about the whole thing. How we've tried to develop, y'know? It grows. That's why every day people come forward with new songs. Music goes on forever. ” **Aku suka dengan perkembangan dari musik kita, aku sangat menggali tentang segala hal. Bagaimana kami mencoba untuk membangunnya. Ini berkembang, Itulah sebabnya setiap hari orang2 memunculkan dan maju dengan lagu-lagu baru. Musik hidup selamanya.**
Mungkin sudah saatnya reggae kembali berdansa di negara yg bagi sebagian besar rakyatnya semakin susah dan sempit, tapi bagi segilintir penguasa dan orang kaya menganggap negara ini semakin makmur (makmur dari hongkong,,hahahha), rakyatnya semakin terpinggirkan, termarjinalkan. Mungkin sebagian pecinta reggae memilih musik ini karena mereka merasa terwakili dengan philosofi dan terinspirasi dengan lirik-lirik lagu reggae yang banyak menyuarakan apa yang mereka rasakan dan ingin mereka teriakkan. Tapi kita tak bisa pungkiri bahwa sementara itu sebagian besar generasi muda indonesia hanya dekat dengan Twitter dan FACEBOOK, yang mungkin berdasarkan perkiraanku 98% hanya curhat cinta2an, jempal jempol, upload foto2 narsis, add2 yg ga kenal sebanyak mungkin biar dibilang terkenal, biar di bilang "gaul", bukan untuk berteman tapi cari pacar baru, cari selingkuhan baru, maen game, minta koment dan jempol biar seolah banyak yang fans dan merhatiin, dan nyampah-nyampah, yang penting EKSIS,,,ckckck. Padahal diluar sana, bahkan FB bisa dijadikan sarana atau alat untuk menggalang persatuan demi revolusi contohnya di Mesir kemaren. Memang di Indoesia FB juga pernah untuk menggalang dukungan untuk Bibit dan Candra ketua KPK itu. Begitu banyak kemudian grup-grup FB yang membawa nama reggae menjadi sebuah komunitas di dunia maya. Tapi sebagian besar hanya berisi jadwal-jadwal manggung para band-band reggae, event yg akan di gelar, atau sekedar berbagi lagu gratisan, dan yang lebih parah lagi hanya sekedar untuk bikin status ‘YOOMAN, BAKS DUNK, MANA GANJANYA, BAGI CIMENGNYA, ASIK MAN, WOYYOO, SANTAI DI PINGGIR PANTAI LANDAI SAMBIL MANCAY, LIHAT KIRI KANAN CARI BODY BOHAY UNTUK DI AJAK MELANTAI, MAN.”..de el el.
Namun berdasarkan pengamatanku, baik secara langsung dan melalui dunia maya, obrolan langsung tak langsung dan juga artikel-artikel, status FB, reggae hanya di pahami hanya sebagai salah bentuk musik bagi sebagian besar bahkan penikmat atau pecinta musik ini. Kenapa seorang remaja yang masih sekolah dibangku SMP atau SD udah memakai nama di Facebook yang kira-kira begini : rarasreggaeiloveumuachBiebergayaguekillingmeinsideilovepashaungberjiwarastauyehasik.
Mereka pikir reggae sedang tren saja di Indonesia, seperti layaknya musik POP metal (Mendayu muka mesum Total), atau seperti Justin Bieber. Apalg musik reggae mang musik yang mudah dicerna dan easy listening dan enak buat joget joget juga..hahahha. Pernah aku bertanya kepada teman di FB yg msh duduk di bangku SMP, dia uda menggunakan nama Fb dgn embel2 rasta dan sejenisnya, ku tanya siapa yang paling disukai di reggae, dia bilang “Ras Muhamad”, aku Tanya kenapa suka dia, dia jawab, abisnya muka nya lucu sih, gemesin, hehehehe (to ras : piss brotha, ini fakta yang aku temukan, tapi klo dipikir-pikir wajahmu memang cute..hahhaa. Just kidding). Kemudian ada juga yang uda cukup dewasa dan dengan rambut gimbalnya, aku bertanya kenapa suka reggae, dia menjawab, musikya asik man, apa lagi pas nyimeng, bikin tambah fly. Kemudian ada seorang kawan yang mengataka bahwa JAH itu artinya adalah keindahan tertinggi pas lagi menghisap ganja. Lalu sebagian lagi sedang enjoy dengan ganjanya, alkoholnya, dan santai santai di pinggir pantai menunggu bule cantek atau cewe cantek bisa diajak melantai di pesta pantai..hahahahaha. Lalu ada juga yang kutanya kenapa memilih jadi gimbal, dia bilang biar asik man, reggae itu kan harus gembel man, nah gembel itu harus gimbal, biar santai man. Bule-bule suka yang gimbal man..hehehhe… Apakah ini miris? YA MIRIS.
Padahal yang ga mereka sadari bahwa Bob Marley, Peter Tosh, Jimmy Cliff sendiri, dan lain lain, jauh dari kesan malas-malasan, mereka lebih tampak lebih seperti seorang aktivitis yg selalu giat bekerja, banting tulang, peduli dengan sekelilingnya, radikal, bahkan militant, dan terus berkarya, dengan lagu dengan musik bahkan tak segan untuk turun ke jalan bersama rakyat menyuarakan pembebasan dari penindasan dan pembodohan, dan dengan segala hal yang mereka bisa. Mereka tak pernah kenal lelah dan bermalas-malasan, bahkan sambil menghisap ganja, Bob Marley masih maen bola bahkan coba di bunuh untuk membungkam suaranya. Ditengah penyakit kankernya pun dia tetap melanjutkan tour nya kemanapun, sampai dia benar-benar tak bisa berdiri lagi dan berakhir lemah menanti ajal.
SEJARAH MUSIC REGGAE
"Musik Jamaica Pendahulu"
Menurut
sejarah Jamaica, budak yang membawa drum dari Africa disebut "Burru"
yang jadi bagian aransemen lagu yang disebut "talking drums" (drum yang
bicara) yang asli dari Africa Barat. "Jonkanoo" adalah musik budaya
campuran Afrika, Eropa dan Jamaika yang terdiri dari permainan drum,
rattle (alat musik berderik) dan conch tiup. Acara ini muncul saat
natal dilengkapi penari topeng. Jonkanoos pada awalnya adalah tarian
para petani, yang belakangan baru disadari bahwa sebenarnya mereka
berkomunikasi dengan drum dan conch itu. Tahun berikutnya, Calypso dari
Trinidad & Tobago datang membawa Samba yang berasal dari Amerika
Tengah dan diperkenalkan ke orang - orang Jamaika untuk membentuk
sebuah campuran baru yang disebut Mento. Mento sendiri adalah musik
sederhana dengan lirik lucu diiringi gitar, banjo, tambourine, shaker,
scraper dan rumba atau kotak bass. Bentuk ini kemudian populer pada
tahun 20 dan 30an dan merupakan bentuk musik Jamaika pertama yang
menarik perhatian seluruh pulaunya. Saat ini Mento masih bisa dinikmati
sajian turisme. SKA yang sudah muncul pada tahun 40 - 50an sebenarnya
disebutkan oleh History of Jamaican Music, dipengaruhi oleh Swing,
Rythym & Blues dari Amrik. SKA sebenarnya adalah suara big band
dengan aransemen horn (alat tiup), piano, dan ketukan cepat "bop". Ska
kemudian dengan mudah beralih dan menghasilkan bentuk tarian "skankin"
pad awal 60an. Bintang Jamaica awal antara lain Byron Lee and the
Dragonaires yang dibentuk pada 1956 yang kemudian dianggap sebagai
pencipta "ska". Perkembangan Ska yang kemudian melambatkan temponya
pada pertengahan 60an memunculkan "Rock Steady" yang punta tune bass
berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles dari group Heptones dan
menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an.
"Reggae N Rasta"
Bob
Marley tentunya adalah bintang musik "dunia ketiga" pertama yang jadi
penyanyi group Bob Marley & The Wailers dan berhasil memperkenalkan
reggae lebih universal. Meskipun demikian, reggae dianggap banyak orang
sebagai peninggalan King of Reggae Music, Hon. Robert Nesta Marley.
Ditambah lagi dengan hadirnya "The Harder they Come" pada tahun 1973,
Reggae tambah dikenal banyak orang. Meninggalnya Bob Marley kemudian
memang membawa kesedihan besar buat dunia, namun penerusnya seperti
Freddie McGregor, Dennis Brown, Garnett Silk, Marcia Fiffths dan Rita
Marley serta beberapa kerabat keluarga Marley bermunculan. Rasta adalah
jelas pembentuk musik Reggae yang dijadikan senjata oleh Bob Marley
untuk menyebarkan Rasta keseluruh dunia. Musik yang luar biasa ini
tumbuh dari ska yang menjadi elemen style American R&B dan
Carribean. Beberapa pendapat menyatakan juga ada pengaruh : folk music,
musik gereja Pocomania, Band jonkanoo, upacara - upacara petani, lagu
kerja tanam, dan bentuk mento. Nyahbingi adalah bentuk musik paling
alami yang sering dimainkan pada saat pertemuan - pertemuan Rasta,
menggunakan 3 drum tangan (bass, funde dan repeater : contoh ada di
Mystic Revelation of Rastafari). Akar reggae sendiri selalu menyelami
tema penderitaan buruh paksa (ghetto dweller), budak di Babylon, Haile
Selassie (semacam manusia dewa) dan harapan kembalinya Afrika. Setelah
Jamaica merdeka 1962, buruknya perkembangan pemerintahan dan pergerakan
Black Power di US kemudian mendorong bangkitnya Rasta. Berbagai
kejadian monumentalpun terjadi seiring perkembangan ini.
"Apa sih Reggae"
Reggae
sendiri adalah kombinasi dari iringan tradisional Afrika, Amerika dan
Blues serta folk (lagu rakyat) Jamaika. Gaya sintesis ini jelas
menunjukkan keaslian Jamaika dan memasukkan ketukan putus - putus
tersendiri, strumming gitar ke arah atas, pola vokal yang 'berkotbah'
dan lirik yang masih seputar tradisi religius Rastafari. Meski banyak
keuntungan komersial yang sudah didapat dari reggae, Babylon (Jamaika),
pemerintah yang ketat seringkali dianggap membatasi gerak namun bukan
aspek politis Rastafarinya. "Reg-ay" bisa dibilang muncul dari anggapan
bahwa reggae adalah style musik Jamaika yang berdasar musik soul
Amerika namun dengan ritem yang 'dibalik' dan jalinan bass yang
menonjol. Tema yang diangkat emang sering sekitar Rastafari, protes
politik, dan rudie (pahlawan hooligan). Bentuk yang ada sebelumnya (ska
& rocksteady) kelihatan lebih kuat pengaruh musik Afrika -
Amerika-nya walaupun permainan gitarnya juga mengisi 'lubang - lubang'
iringan yang kosong serta drum yang kompleks. Di Reggae kontemporer,
permainan drum diambil dari ritual Rastafarian yang cenderung mistis
dan sakral, karena itu temponya akan lebih kalem dan bertitik berat
pada masalah sosial, politik serta pesan manusiawi.
"Ngga asli Jamaika lho!"
Reggae
memang adalah musik unik bagi Jamaika, ironisnya akarnya berasal dari
New Orleans R&B. Nenek moyang terdekatnya, ska berasal berasal dari
New Orleans R&B yang didengar para musisi Jamaika dari siaran radio
Amrik lewat radio transistor mereka. Dengan berpedoman pada iringan
gitar pas - pasan dan putus - putusadalah interprestasi mereka akan
R&B dan mampu jadi populer di tahun 60an. Selanjutnya semasa musim
panas yang terik, merekapun kepanasan kalo musti mainin ska plus
tarinya, hasilnya lagunya diperlambat dan lahirlah Reggae. Sejak itu,
Reggae terbukti bisa jadi sekuat Blues dan memiliki kekuatan
interprestasi yang juga bisa meminjam dari Rocksteady (dulu) dan bahkan
musik Rock (sekarang). Musik Afrika pada dasarnya ada di kehidupan
sehari-hari, baik itu di jalan, bus, tempat umum, tempat kerja ato
rumah yang jadi semacam semangat saat kondisi sulit dan mampu
memberikan kekuatan dan pesan tersendiri. Hasilnya, Reggae musik bukan
cuma memberikan relaksasi, tapi juga membawa pesan cinta, damai,
kesatuan dan keseimbangan serta mampu mengendurkan ketegangan.
"It's Influences"
Saat
rekaman Jamaika telah tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya
menyebutkan berapa banyak genre musik popular sebesar Reggae selama dua
dekade. Hits - hits Reggae bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang
Rock asli mulai Eric Clapton sampai Stones hingga Clash dan Fugees.
Disamping itu, Reggae juga dianggap banyak mempengaruhi pesona tari
dunia tersendiri. Budaya 'Dancehall' Jamaika yang menonjol plus sound
system megawatt, rekaman yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan
lantunan rap dengan iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan
yang luar biasa. Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah
diasimilasi menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi.
Sumber : Tabloid Hot Music
Kamis, 21 Juni 2012
hy,,brada N sista,,, ane mw share dikit tentang Sejarah Reggae.
Musik Reggae
Tahun 1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae. Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal muasalnya, kecuali peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska dan Rocsteady, yang sempat populer di kalangan muda pada paruh awal hingga akhir tahun 1960-an, pada irama musik baru yang bertempo lebih lambat : reggae. Boleh jadi hingar bingar dan tempo cepat Ska dan Rocksteady kurang mengena dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika yang sedang penuh tekanan.
Kata “reggae” diduga berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak kagok–seperti hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik ska atau reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik R&B yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso, Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento, yang kaya dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak dianggap menjadi pendahulu reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk interpretasi musikal R&B yang berkembang di Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar secara terbalik (up-strokes) , memberi tekanan nada pada nada lemah (syncopated) dan ketukan drum multi-ritmik yang kompleks.
Teknik para musisi Ska dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak ditirukan oleh musisi reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat dengan dentum bas dan rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal biasanya berat dengan pola lagu seperti pepujian (chant), yang dipengaruhi pula irama tetabuhan, cara menyanyi dan mistik dari Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal.
Album “Catch A Fire” (1972) yang diluncurkan Bob Marley and The Wailers dengan cepat melambungkan reggae hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran reggae di Amerika Serikat ditunjang pula oleh film The Harder They Come (1973) dan dimainkannya irama reggae oleh para pemusik kulit putih seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee ‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama reggae pun kemudian mempengaruhi aliran-aliran musik pada dekade setelahnya, sebut saja varian reggae hip hop, reggae rock, blues, dan sebagainya.
Jamaika
Akar musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya: Jamaika. Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”. Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak, yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar manusia pun dimulai dan berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus, yang diikuti pula dengan melesunya perdagangan gula dunia.
Di tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian (drumming) sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun membekaskan produk silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur.
Musik reggae sendiri pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya, otomatis mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop.
Musik reggae, sebutan rastaman, telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi sebuah identitas komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana para pengamat social dan juga para anggota komunitas itu memahami diri dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di mana reggae tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja.
Sebuah lagu dari “Peter Tosh” (nama aslinya Peter McIntosh), pentolan The Wairles yang akhirnya bersolo karier. Dalam lagu ini, Peter Tosh menyatakan dukungannya dan tuntutannya untuk melegalkan ganja. Karena lagu ini, ia sempat ditangkap dan disiksa polisi Jamaika.
Menurut sejarah Jamaica, budak yang membawa drum dari Africa disebut “Burru” yang jadi bagian aransemen lagu yang disebut “talking drums” (drum yang bicara) yang asli dari Africa Barat. “Jonkanoo” adalah musik budaya campuran Afrika, Eropa dan Jamaika yang terdiri dari permainan drum, rattle (alat musik berderik) dan conch tiup. Acara ini muncul saat natal dilengkapi penari topeng. Jonkanoos pada awalnya adalah tarian para petani, yang belakangan baru disadari bahwa sebenarnya mereka berkomunikasi dengan drum dan conch itu. Tahun berikutnya, Calypso dari Trinidad & Tobago datang membawa Samba yang berasal dari Amerika Tengah dan diperkenalkan ke orang - orang Jamaika untuk membentuk sebuah campuran baru yang disebut Mento. Mento sendiri adalah musik sederhana dengan lirik lucu diiringi gitar, banjo, tambourine, shaker, scraper dan rumba atau kotak bass. Bentuk ini kemudian populer pada tahun 20 dan 30an dan merupakan bentuk musik Jamaika pertama yang menarik perhatian seluruh pulaunya. Saat ini Mento masih bisa dinikmati sajian turisme. SKA yang sudah muncul pada tahun 40 - 50an sebenarnya disebutkan oleh History of Jamaican Music, dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues dari Amrik. SKA sebenarnya adalah suara big band dengan aransemen horn (alat tiup), piano, dan ketukan cepat “bop”. Ska kemudian dengan mudah beralih dan menghasilkan bentuk tarian “skankin” pad awal 60an. Bintang Jamaica awal antara lain Byron Lee and the Dragonaires yang dibentuk pada 1956 yang kemudian dianggap sebagai pencipta “ska”. Perkembangan Ska yang kemudian melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan “Rock Steady” yang punta tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles dari group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an.
Senin, 07 Mei 2012
REGGAE is my life.. love reggae forever
Music bagi saya itu adalah sebuah warna kehidupan,tanpa music hidup akan terasa kosong. Dan cinta saya akan musik REGGAE berawal dari salah satu lagu yang sangat populer di dunia ini.Bob Marley dengan lagu ONE LOVE ONE HEART.. mulai dari situ aku menyukai reggae.. jujur saja,sebenarnya reggae itu music yg dapat membawa damai di Hati.itu yang aku rasakan, walau banyak yang menilai reggae itu music yang identik dengan rusuh,,tapi semua kembali dari hati masing masing.
oy brada N sista..ada sedikit informasi nie,, raggae itu gak jauh beda dengan dangdut loh,,, di jamin semua pasti bergoyang kalau denger music reggae..
aku pernah dengar ada yang bilang kalau music DANGDUT di indonesia itu sama halnya dengan REGGAE di negara luar lohh (barat).. jadi REGGAE itu music yang bisa ngajak kita bergoyang...dan aku sangat setuju dengan itu.. heheheh
ehemm,, sedikit bocoran ya,, awalnya dulu saya pernah bentuk band di daerah WAINGAPU.SUMBA TIMUR NTT.. namanya itu D'Kozt band. namun bukan dengan genre REGGAE,melain kan lebih ke pop-melayu gitu,semacam lagu ST12 gitu,,hehehe.
itu aku bentuknya dengan kakak aku.kami ber-3 saja.. yahh walau cuma band gitu aja tp gak disangka salah satu lagu kami sudah tersebar luas loh di daerah kami dengan judul PENANTIAN.
ini satu pic profil D'Kozt band ..
sekarang berhubung saya melanjutkan kuliah di salah satu universitas di YOGYAKARTA maka D'Kozt band vakum dulu.. dan kini aku bentuk band baru dengan nama IPWcosanostra_rasta (INDAHPADAWAKTUNYA)..
untuk selanjutnya mengenai band aku yang di jogja ini silahkan buka aja link dibawah ini
http://ipw020611.blogspot.com/
itu sedikit informasi tentang perjalanan aku soal music,,, heheheheheh
Music bagi saya itu adalah sebuah warna kehidupan,tanpa music hidup akan terasa kosong. Dan cinta saya akan musik REGGAE berawal dari salah satu lagu yang sangat populer di dunia ini.Bob Marley dengan lagu ONE LOVE ONE HEART.. mulai dari situ aku menyukai reggae.. jujur saja,sebenarnya reggae itu music yg dapat membawa damai di Hati.itu yang aku rasakan, walau banyak yang menilai reggae itu music yang identik dengan rusuh,,tapi semua kembali dari hati masing masing.
oy brada N sista..ada sedikit informasi nie,, raggae itu gak jauh beda dengan dangdut loh,,, di jamin semua pasti bergoyang kalau denger music reggae..
aku pernah dengar ada yang bilang kalau music DANGDUT di indonesia itu sama halnya dengan REGGAE di negara luar lohh (barat).. jadi REGGAE itu music yang bisa ngajak kita bergoyang...dan aku sangat setuju dengan itu.. heheheh
ehemm,, sedikit bocoran ya,, awalnya dulu saya pernah bentuk band di daerah WAINGAPU.SUMBA TIMUR NTT.. namanya itu D'Kozt band. namun bukan dengan genre REGGAE,melain kan lebih ke pop-melayu gitu,semacam lagu ST12 gitu,,hehehe.
itu aku bentuknya dengan kakak aku.kami ber-3 saja.. yahh walau cuma band gitu aja tp gak disangka salah satu lagu kami sudah tersebar luas loh di daerah kami dengan judul PENANTIAN.
ini satu pic profil D'Kozt band ..
sekarang berhubung saya melanjutkan kuliah di salah satu universitas di YOGYAKARTA maka D'Kozt band vakum dulu.. dan kini aku bentuk band baru dengan nama IPWcosanostra_rasta (INDAHPADAWAKTUNYA)..
untuk selanjutnya mengenai band aku yang di jogja ini silahkan buka aja link dibawah ini
http://ipw020611.blogspot.com/
itu sedikit informasi tentang perjalanan aku soal music,,, heheheheheh
Langganan:
Postingan (Atom)